November 11, 2017

Risalah Retorika Aristoteles

Share :
Retorika adalah seni dalam komunikasi atau menulis secara efektif, misalnya kajian prinsip dan aturan komposisi yang dibuat oleh kritikus zaman kuno.

Rangkaian kata-kata biasanya dipakai seseorang untuk mendapat sesuatu yang diinginkannya. Berawal dari abad ke-4 SM Aristoteles dengan Ars Rhetorica-nya membuat risalah tentang seni persuasi. Saat ini kita diaplikasikan dalam praktik ilmu komunikasi. Retorika, menurut Aristoteles, adalah seni melihat sarana persuasi yang tersedia.

Aristoteles memusatkan perhatiannya pada orasi dan dia menggambarkan tiga jenis retorika atau komunikasi persuasif.
- Retorika Deliberatif (legislatif), berfokus pada masa depan, menyandingkan output potensial di masa depan guna mengkomunikasikan dukungan atau pertentangan atas tindakan atau kebijakan tertentu. Lima jenis topik Retorika Deliberatif yang umum adalah keuangan, perang dan perdamaian, pertahanan nasional, impor dan ekspor, dan perancangan undang-undang. Aristoteles mendefinisikan dan membahas empat bentuk politeia (konstitusi) yang berguna dalam Retorika Deliberatif: demokrasi, oligarki, aristokrasi, dan monarki.

- Retorika Forensik (yudisial) menetapkan fakta dan penilaian tentang masa lalu, serupa dengan detektif di TKP. Aristoteles membahas silogisme apa yang harus diturunkan dari kategoria (tuduhan) dan apologia (pembelaan) untuk Retorika Yudisial. Diperkenalkan juga pelanggaran, hedone (kesenangan) sebagai alasan orang berbuat pelanggaran, membahas pola pikir orang dan siapa yang masuk eksepsi dari hedone. Aristoteles menekankan pentingnya kemauan atau niat atas pelanggaran. Aristoteles meringkas argumen-argumen yang tersedia bagi seorang pembicara dalam menangani bukti yang mendukung atau melemahkan sebuah kasus. Atechnic Pisteis ini berisi hukum, saksi, kontrak, siksaan, dan sumpah.

- Retorika Seremonial (demonstratif) membuat pernyataan tentang situasi sekarang, seperti dalam pidato pernikahan. Gembong politik beretorika memperdebatkan undang-undang baru dengan membayangkan dampak darinya. Aktivis-aktivis beretorika mendesak sebuah perubahan sistematis. Pada kedua kasus tersebut, pembicara mengajak pendengarnya dengan kemungkinan-kemungkinan di masa depan dan memberikan alternatif dan solusi untuk menghindari atau mencapainya.


Menurut Aristoteles, ada tiga daya tarik persuasif yakni Ethos, Logos, and Pathos.


Ethos adalah bagaimana seseorang meyakinkan audiens melalui kredibilitasnya. Ethos adalah kata Yunani yang berarti "karakter" yang digunakan untuk menggambarkan keyakinan atau cita-cita yang membimbing yang mencirikan sebuah komunitas, bangsa, atau ideologi. Orang Yunani juga menghubungkan kata ini pada kekuatan musik untuk mempengaruhi emosi, perilaku, dan bahkan moral. Kisah Yunani, Orpheus memperlihatkan gagasan ini dengan cara yang meyakinkan.

Menurut Aristoteles, ada tiga kategori ethos:
- Phronesis (keterampilan praktis & kebijaksanaan);
- Arete (kebajikan, kebaikan);
- Eunoia (niat baik terhadap audiens).

Dalam beberapa hal, etos bukan milik pembicara tapi untuk audiens. Dengan demikian, audiens lah yang menentukan apakah pembicara adalah pembicara beretos tinggi atau beretos rendah.

Pelanggaran Ethos meliputi:
- Pembicara memiliki kepentingan langsung terhadap hasil perdebatan (misalnya seseorang yang memohon agar tidak bersalah dalam melakukan kejahatan);
- Pembicara memiliki kepentingan pribadi atau motif tersembunyi dalam hasil perdebatan;
- Pembicara tidak memiliki keahlian (misalnya seorang pengacara yang memberikan penjelasan tentang penerbangan antariksa akan kurang meyakinkan dibandingkan penjelasan sama yang diberikan oleh seorang astronot).


Logos adalah penggunaan logika dan akal budi. Metode ini dapat menggunakan perangkat retoris seperti analogi, contoh, dan kutipan penelitian atau statistik. Bukan hanya fakta dan figur namun juga struktur dan isi dari pidato itu sendiri. Intinya adalah penggunaan pengetahuan faktual untuk meyakinkan penonton. Ini memungkinkan untuk memahami dan menjelaskan kepada audiens melalui diskursus akal tentang perbedaan antara apa yang menguntungkan dan berbahaya, antara apa yang adil dan tidak adil, dan antara apa yang baik dan jahat. Sayangnya, pembicara dalam hal ini bisa memanipulasi informasi kepada audiens dengan informasi palsu yang menurut audiens dianggap benar.



Pathos (untuk "penderitaan" atau "pengalaman"; bentuk kata sifat: 'menyedihkan') mewakili daya tarik emosi penonton, dan menimbulkan perasaan yang telah ada di dalamnya.

Daya tarik emosional dapat dicapai dengan beberapa cara:
- Metafora atau pengisahan cerita, yang biasa dikenal sebagai pertautan,
- Gairah dalam penyampaian pidato atau tulisan, seperti yang dipatok oleh penonton.
- Anekdot pribadi

Pathos menarik emosi audiens, dan di zaman sekarang sering dipakai oleh media massa, sebagian besar iklan produk kecantikan dan mobil baru. Pathos tidak melekat pada predikat baik atau buruk, tapi bisa juga tidak masuk akal dan tidak dapat diprediksi. Pathos bisa dengan mudah menggerakkan orang untuk perdamaian sebagaimana menghasut mereka untuk berperang. Plato berpendapat bahwa daya tarik emosional dalam retorika harus digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan dan bukan titik pokok diskusi.


Leksikal & Cara Penyampaian

Aristoteles memperkenalkan istilah hipokrisis (pelafalan). Aristoteles berpendapat bahwa suara harus digunakan untuk menggambarkan secara tepat situasi yang ada seperti yang dicontohkan oleh penyair. AretĂȘ, yang didefinisikan sebagai kebajikan atau keunggulan. Dalam konteks retorika, aretĂȘ berarti alami daripada dipaksakan atau buatan. Metafora juga ditujukan sebagai keterampilan yang tidak bisa diajarkan dan harus memberikan keindahan verbal. Bahasa Dingin terjadi ketika seseorang menggunakan kata-kata ganda yang rumit, kuno, dan kata-kata langka, menambahkan kata-kata atau frasa deskriptif, dan metafora yang tidak tepat. Simile kadang-kadang berguna dalam pidato karena sifat puitis dan kesamaannya dengan metafora. Penguatan bahasa menggunakan Onkos (komprehensif) dan syntomia (keringkasan). Tidak menggunakan istilah lingkaran, namun memberikan definisinya, mencontohkan onkos dan menggunakan kata tersebut sebagai definisi yang menunjukkan-contoh syntomia. "Lexis akan sesuai jika ia mengekspresikan emosi dan karakter dan sebanding dengan materi permasalahan". Aristoteles menekankan emosi, kredibilitas, genus (seperti usia) dan keadaan moral sebagai pertimbangan penting. Ritme harus dimasukkan ke dalam prosa untuk membuatnya "berirama" tapi tidak sampai panjangnya puisi. Aristoteles menyoroti metafora dan membahas bagaimana hal itu menghasilkan pengetahuan dan memungkinkan visualisasi. Gaya bahasa bisa membiasakan bahasa. Aristoteles mengingatkan bahwa tidak tepat berbicara dalam hiperbola. Ketiga jenis bahasa lisan dan tulisan bersifat Deliberatif, Yudisial, dan Epideik yang kesemuanya ditulis oleh penulis pidato yang ahli di bidangnya.


Taksis

Taksis dalam bahasa Yunani disebut taxis yang berarti susunan atau kedudukan. Taksis dalam konteks Retorika bahasa adalah susunan unit linguistik yang sistematis (fonem, morfem, kata, frase, atau klausa) dalam urutan linier. Bagian penting dari sebuah pidato mencakup:
- Prostesis (yang merupakan pernyataan proposisi)
- Pistis (yang merupakan bukti dari pernyataan)
- Prooemium (pendahuluan) dan
- Epilog (penutup)

Prooemiun (pendahuluan), menunjukkan bagaimana pengantar harus digunakan baik dalam pidato epideografi dan yudisial. Keduanya dipakai untuk menandakan akhir dari pidato.

Penanganan atas prasangka, yang kemudian menjadi bagian dari Stasis (teori argumentasi) yang "menentukan pertanyaan yang dipermasalahkan dalam sebuah persidangan".

Diegesis atau narasi menunjukkan bagaimana seseorang harus berargumen dengan menggunakan logika dan akal budi. Narasi dalam hal ini berbeda dalam narasi epideictic, judicial, dan deliberative.

Pistis (bukti dari pernyataan) bervariasi di setiap jenis pidato atau orasi. Erotesis, juga dikenal sebagai interogasi merujuk untuk meminta dan menuntut tanggapan dalam persidangan di masa Aristoteles. Hal ini dilihat sebagai, "paling menguntungkan apabila lawan mengatakan satu hal dan kapan pertanyaan yang tepat diajukan, sebuah hasil absurditas"

Epilog, yang merupakan kesimpulan dari pidato harus mencakup empat hal:
- audiens diajak ke pihak pembicara dan bukan kepada lawan,
- menguatkan dan meminimalkan,
- mengarahkan audiens ke dalam reaksi emosional,
- mengingatkan pokok-pokok pembicaraan pidato.



Pendekatan retorika Aristoteles masih menjadi alat ampuh saat ini, namun harus diketahui audiens, tujuan, tempat dan waktu yang tepat untuk memutuskan pendekatan mana yang akan digunakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar