Tips Berhenti Menjadi Workaholic

Share :

Pernahkah kita menjumpai seorang atasan, rekan kerja atau diri kita sendiri terlalu terobsesi, selalu memotivasi, mendorong secara berlebihan untuk kerja keras dan kerja lebih keras lagi.





Asumsi yang telah tertanam adalah atasan menilai karyawan dari kerja kerasnya siang malam, dan tren dunia kerja saat ini mendukung hal tersebut. Semua sudah paham kerja keras. Namun, kerja keras yang berlebihan atau biasa dikenal dengan istilah workaholic mempunyai dampak negatif. Workaholic dapat menurunkan produktifitas kerja, hilangnya relasi dan keintiman antara karyawan dengan perusahaan tempatnya bekerja. 


Workaholic mengandung pengertian seorang yang mempunyai obsesi kerja berlebihan, memilih untuk bekerja secara terus menerus dan memikirkan tempat kerjanya tanpa henti. Workaholisme di Jepang dikenal dengan istilah karoshi, kematian akibat "over-hardwork" mengakibatkan setidaknya 1000 kematian per tahun, 5% kematian akibat stroke dan serangan jantung di Jepang menimpa karyawan dibawah usia 60 tahun. Di Belanda timbul istilah leisure illnes -sebuah kondisi dimana karyawan merasakan sakit fisik saat akhir pekan dan liburan- diperkirakan menimpa 3% dari total populasi.


Laporan The Pew Foundation yang dimuat di New York Times mengungkapkan, "Kesempatan anak dari kelas bawah dan menengah untuk mendapat penghasilan lebih baik, tidak menunjukkan perubahan signifikan selama lebih dari 3 dekade terakhir". Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dengan harapan, sikap positif dari kelas bawah dan menengah, "over-hardwork" atau kerja keras secara berlebihan tidak menjamin akan mampu mengangkat derajat ekonomi mereka. 


Sebagian besar waktu di hidup kita habiskan untuk bekerja, jadi buatlah batasan waktu dan pikiran yang tegas untuk pekerjaan. Buatlah tolak ukur dan klarifikasi kembali apa yang diinginkan perusahaan. Belajarlah mendelegasikan tugas pada departemen yang tepat. Hindari perfeksionis, terimalah segala batas kelebihan dan kekurangan kita, selama kita sudah berusaha berkontribusi secara optimal.


Pilihlah tempat kerja profesional dalam menjaga aset SDM yang dimiliki, pengupahan layak, benefit kesehatan misalkan kebersihan lingkungan, even kebugaran, rekreasi tahunan, dsb. Bergabunglah dengan komunitas atau organisasi amal di luar tempat kerja, manfaatkan kreatifitas untuk mengukir prestasi dan mengembangkan wawasan di luar tempat kerja yang mampu menunjang pekerjaan utama dan karir kedepannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar