Konflik diakibatkan oleh pertentangan terhadap nilai, tindakan, keinginan atau kepentingan seseorang. Konflik dapat terjadi secara internal atau eksternal antara individu ataupun kelompok.
Sumber Konflik
Sebagai manajer atau pimpinan organisasi, seseorang harus menyadari potensi sumber konflik dalam organisasi yang dikelola. Berikut adalah beberapa sumber konflik:Perubahan Internal
Implementasi teknologi baru misalnya, dapat menyebabkan stres bagi sebagian orang. Pekerja yang tidak beradaptasi dengan baik bisa stres, yang akhirnya meningkatkan potensi konflik di tempat kerja.
Perubahan Eksternal
Ketika terjadi resesi ekonomi atau pesaing baru masuk dan mencuri beberapa pangsa pasar perusahaan, hal itu akan mendorong tekanan di dalam perusahaan. Stres di poin ini memicu konflik antara karyawan dan antara manajemen tingkat atas.
Hubungan Interpersonal
Bila kepribadian yang berbeda berkumpul di tempat kerja, selalu ada potensi tidak terjalinnya hubungan mereka dengan baik. Gosip dan rumor kantor bisa menjadi katalisator memburuknya relasi interpersonal.
Birokrasi
Supervisor dan karyawan juga bisa mengalami konflik. Seorang supervisor yang dipandang sombong atau tidak adil dapat semakin mempersulit hubungan relasi interpersonal. Birokrasi yang terlalu berbelit juga menurunkan produktivitas.
Komunikasi Buruk
Perusahaan atau atasan yang berkomunikasi secara tidak efektif dapat menciptakan konflik. Sebagai contoh, seorang manajer atau supervisor yang tidak jelas dalam memberikan instruksi kerja akan menimbulkan kebingungan tentang siapa yang seharusnya melakukan pekerjaan tertentu, yang menyebabkan tumpang tindihnya tanggung jawab.
Performa Buruk
Ketika seorang anggota di departemen tertentu tidak bekerja sesuai standar operasional, hal itu akan menyebabkan konflik dalam departemen, dan mungkin meningkat menjadi situasi konfrontatif apabila atasan acuh terhadap situasi.
Gangguan
Gangguan di organisasi atau tempat kerja ada beragam bentuk antara lain pelecehan seksual atau ras atau bahkan perpeloncoan karyawan baru. Organisasi ataupun perusahaan yang tidak segera memperbaiki kebijakannya akan membuat kebiasaan negatif tersebut diwariskan dari generasi ke generasi, yang berujung pada konflik.
Keterbatasan Sumber Daya
Organisasi yang ingin memotong pembiayaan mungkin akan mengurangi sumber daya seperti peralatan kantor, pegawai, akses kendaraan atau quota pengeluaran. Persaingan akan muncul satu sama lain untuk merebutkan sumber daya, yang dapat menciptakan gesekan.
Dampak Konflik
Seiring organisasi berjalan dalam mencapai tujuannya seringkali mereka menghadapi tantangan yang harus diatasi sebagai sebuah tim. Berikut adalah dampak dari konflik organisasi.Konflik Destruktif seringkali merusak hubungan dengan mempromosikan inekualitas dan ketidakseimbangan kekuasaan. Karyawan atau anggota yang merasa dihakimi secara negatif kehilangan fokus, gagal menyelesaikan tugas, mengalami penurunan produktivitas dan kehilangan kepercayaan diri. Tanpa respek dari rekan kerja mereka, para karyawan ini akan mengalami frustrasi dan menyimpan dendam. Menghindari konflik dan memutus saluran komunikasi akan meningkatkan potensi terjadinya konflik destruktif tambahan.
Kesehatan Mental
Konflik dalam sebuah organisasi dapat menyebabkan anggota menjadi frustrasi ketika seolah tidak ada solusi yang terlihat, atau jika mereka merasa pendapatnya tidak dihargai oleh kelompok lainnya. Stres akan timbul yang berdampak buruk pada kehidupan profesional dan pribadi mereka. Mereka biasanya akan mengalami masalah tidur, kehilangan nafsu makan atau makan berlebihan, sakit kepala dan sensitif terhadap lingkungan hingga menghindari rapat untuk mencegah stres dan gejalanya.
Produktivitas Menurun
Ketika organisasi menghabiskan waktunya untuk menghadapi konflik, anggotanya fokus pada tujuan inti yang harus mereka capai. Konflik menyebabkan anggota tidak fokus pada tanggung jawabnya dan lebih suka bergosip tentang konflik atau curhat frustrasi. Akibatnya, organisasi bisa kehilangan materi dan akses terhadap sumber daya.
Pengunduran Diri
Anggota yang semakin frustrasi dengan konflik internal organisasi biasanya memutuskan untuk mengakhiri keanggotaan mereka. Hal ini akan merugikan bila anggota merupakan bagian dari dewan eksekutif atau ketua komite. Begitu anggota mengundurkan diri, organisasi harus merekrut anggota baru dan menunjuk anggota dewan pengurus. Dalam kasus ekstrim, di mana beberapa anggota mundur serentak atau dewan eksekutif turun, organisasi berisiko mengalami pembubaran.
Kekerasan
Bila konflik meningkat tanpa mediasi, situasi yang intens mungkin akan timbul di antara anggota organisasi. Ini tentu sangat disayangkan, namun konflik organisasi dapat menyebabkan kekerasan antar anggota, mengakibatkan masalah hukum bagi anggota dan mungkin organisasi.
Konflik konstruktif menguntungkan pihak-pihak yang terlibat dan pihak-pihak di sekitar mereka. Di tempat kerja, konflik yang konstruktif mendorong komunikasi yang terbuka, menghindari budaya gosip dan rumor, berdebat secara sehat sehingga menghasilkan gagasan dan keputusan yang berkualitas. Hubungan antar karyawan terjalin baik termasuk dengan atasan mereka. Sehingga mendorong kolaborasi kerja yang positif dan produktivitas meningkat secara keseluruhan. Konflik konstruktif membantu menjaga ekualitas dan memperkuat relasi.
Inspirasi Kreativitas
Beberapa anggota organisasi melihat konflik sebagai kesempatan untuk menemukan solusi kreatif untuk pemecahan masalah. Konflik dapat mengilhami anggota untuk brainstorming ide, sambil memeriksa masalah dari berbagai perspektif.
Berbagi Pendapat dan Menghargai
Beberapa anggota organisasi bekerja sama untuk menyelesaikan konflik, mereka berbagi pendapatnya dengan kelompok tersebut. Konflik juga membuat anggota belajar menjadi pendengar aktif saat mereka bekerja untuk mencapai tujuan organisasi.
Memperbaiki Komunikasi
Konflik dapat membawa anggota kelompok dalam kebersamaan dan membantu mereka belajar lebih banyak tentang satu sama lain. Dari saling mempelajari pendapat mengenai topik yang relevan dengan pertumbuhan organisasi, untuk memahami gaya komunikasi yang disukai masing-masing anggota. Konflik internal organisasi dapat memudahkan anggota menyelesaikan konflik di masa depan.
Identifikasi Anggota Baru
Di antara anggota organisasi yang secara aktif berpartisipasi dalam setiap pertemuan, menikmati pelayanan di beberapa komite dan berpendapat untuk setiap topik yang dibahas oleh kelompok tersebut. Namun akan ada anggota yang kelihatan sedikit berkontribusi pada kelompok dan lebih suka mengamati daripada sekedar bicara. Konflik internal organisasi dapat mengilhami anggota yang biasanya diam untuk maju sebagai pemimpin dengan menawarkan solusi tepat atas masalah yang dihadapi.
Resolusi Konflik
Tidak ada resolusi konflik yang benar atau salah. Setiap partisipan konflik mampu memilih pendekatan yang menurutnya paling tepat dalam situasi tertentu. Di tempat kerja, seorang manajer harus mampu memahami pendekatan resolusi konflik untuk membantu pihak-pihak dalam menyelesaikan konflik yang muncul di tempat kerja.
Akomodatif
Pendekatan akomodatif menekankan kerja sama dan bukan ketegasan. Seorang pemberi solusi harus meninggalkan kepentingannya dan memungkinkan pihak lain untuk menindaklanjuti kepentingannya. Pendekatan akomodatif sering dipakai ketika satu pihak tidak menunjukkan dalam meraih kemenangan, ini karena pilihan alternatif tidak dianggap sebagai ancaman signifikan.
Penghindaran
Menghindari konflik mendorong salah satu pihak yang berkonflik untuk tidak berkomunikasi atau menghadapi masalah, dengan harapan hal itu akan hilang. Dengan tidak berpartisipasi dalam proses pemecahan masalah, dia secara efektif melepaskan diri dari hal tsb. Dengan metode ini, konflik mungkin akan hilang jika pihak lain yang bersengketa tidak mendesak sebuah resolusi. Perbedaan mendasar antara pihak yang bersengketa tidak pernah terpecahkan.
Kolaboratif
Gaya kolaborasi melibatkan mediator untuk menyelesaikan masalah, dan kedua belah pihak hadir di meja dengan win-win solution. Ini adalah pendekatan yang baik dalam resolusi perselisihan formal, seperti mediasi, dimana resolusi akhir yang dibuat mediator dan mengikat harus disetujui pihak yang bertikai.
Kompromis
Perundingan adalah ciri khas pendekatan kompromis terhadap resolusi konflik. Pihak yang bertikai dapat mengidentifikasi beberapa kepentingan yang ingin mereka kompromikan untuk menghasilkan resolusi. Tingkat emosional mungkin masih tinggi, gaya kompromi terkadang menghasilkan solusi temporer bila resolusi penuh tidak segera terealisasi. Para pihak bisa membuat cekpoin penyelesaian untuk mencegah eskalasi konflik lebih lanjut.
Konfrontatif
Gaya konfrontatif terhadap resolusi konflik mengharuskan pihak yang terlibat konflik menempatkan ambisinya di atas kepentingan bersama (antar pihak) dalam konflik tersebut. Ketegasan adalah ciri khas pendekatan ini, mereka yang menggunakan resolusi ini ingin mengatasi konflik secara langsung. Biasanya melibatkan emosi tingkat tinggi karena pihak-pihak yang bersengketa memposisikan diri pada posisi atau komunikasi yang membuatnya kembali bermusuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar