Mei 11, 2024

Kenali Modus Penipuan Mengatasnamakan Perbankan

Share :

 

Dalam era digital yang semakin canggih, penipuan mengatasnamakan perbankan menjadi ancaman nyata dan merugikan banyak pihak. Modus penipuan ini sering kali mengelabui korban dengan menggunakan nama besar bank atau lembaga keuangan ternama, serta memanfaatkan teknik manipulasi psikologis untuk merayu dan memperdaya.


Dari tawaran keanggotaan eksklusif hingga undian berhadiah yang menggiurkan, para pelaku kejahatan siber mengejar informasi sensitif seperti nomor rekening, kartu kredit, dan kata sandi dengan janji-janji palsu. Memahami cara-cara mereka beroperasi sangat penting untuk melindungi diri dari ancaman ini dan menjaga keamanan finansial pribadi.

Contoh terakhir kasus-kasus penipuan berkedok produk layanan perbankan, seperti pinjaman, deposito, dan produk investasi lainnya. Kasus tersebut juga turut menyeret dua nama bank di bawah naungan BUMN, yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI.

Kasus penipuan yang mengatasnamakan dua institusi perbankan BUMN tersebut kiranya menunjukkan tawaran-tawaran investasi bodong masih marak terjadi. Sejak 2017 hingga 31 Maret 2024, Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) telah menghentikan 9.062 entitas keuangan ilegal, antara lain terdiri dari 1.235 entitas investasi ilegal dan 251 entitas gadai ilegal.

Berikut adalah tips mengenali modus penipuan yang mengatasnamakan perbankan : 

1. Tawaran Keuntungan Menggiurkan 
Penipuan dengan modus "Tawaran Keuntungan Menggiurkan" adalah salah satu cara yang sering digunakan oleh pelaku kejahatan untuk menarik korban dengan janji-janji keuntungan finansial yang sangat besar dalam waktu singkat. Pelaku biasanya menyampaikan tawaran ini melalui berbagai saluran, seperti email, media sosial, atau bahkan pertemuan langsung, mengklaim memiliki peluang investasi eksklusif, bisnis cepat kaya, atau skema perdagangan dengan imbal hasil tinggi. Mereka sering kali menyajikan testimoni palsu, data yang dimanipulasi, dan cerita sukses yang meyakinkan untuk membuat korban merasa aman dan tergoda untuk berinvestasi. Setelah korban menginvestasikan uangnya, pelaku biasanya menghilang atau terus meminta tambahan dana dengan berbagai alasan, sementara korban tidak pernah melihat keuntungan yang dijanjikan. Untuk menghindari penipuan semacam ini, penting bagi calon investor untuk melakukan riset menyeluruh, skeptis terhadap tawaran yang terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, dan berkonsultasi dengan ahli keuangan sebelum membuat keputusan investasi.

Meski modusnya beragam, para pelaku memiliki kecenderungan yang sama, yakni menawarkan imbal hasil menggiurkan lebih dari batas wajar. Sebagai contoh, produk investasi perbankan seperti deposito sewajarnya saat ini memiliki imbal hasil hingga 10 persen per tahun. Namun, investasi bodong menawarkan imbal hasil yang tidak masuk akal, yakni 10 persen per bulan atau 120 persen per tahun.

2. Phising and Impersonate
Penipuan dengan metode "Phishing and Impersonate" adalah taktik di mana pelaku kejahatan siber menyamar sebagai entitas terpercaya, seperti bank, perusahaan teknologi, atau institusi pemerintah, untuk mencuri informasi pribadi dan keuangan korban. Melalui email, pesan teks, atau situs web palsu yang tampak resmi, pelaku mencoba meyakinkan korban untuk mengungkapkan data sensitif seperti nama pengguna, kata sandi, nomor kartu kredit, atau nomor identifikasi pribadi. Pesan-pesan ini sering kali mengandung ancaman atau urgensi palsu, seperti klaim tentang aktivitas mencurigakan di akun korban atau penawaran hadiah menarik, untuk memanipulasi korban agar bertindak cepat tanpa berpikir panjang. Begitu informasi diperoleh, pelaku dapat menggunakannya untuk melakukan pencurian identitas, menguras rekening bank, atau melakukan transaksi tidak sah. Untuk melindungi diri, penting bagi individu untuk selalu memeriksa keaslian sumber komunikasi, tidak mengklik tautan atau lampiran dari pengirim yang tidak dikenal, dan menggunakan perangkat keamanan seperti otentikasi dua faktor.

3. Tawaran Bunga Pinjaman Sangat Rendah
Dalam modus ini, pelaku menghubungi korban melalui telepon, email, atau iklan online, menawarkan pinjaman dengan bunga yang sangat rendah dan syarat yang tampaknya menguntungkan. Korban kemudian diminta untuk memberikan informasi pribadi, seperti nomor identifikasi, rekening bank, dan rincian keuangan lainnya. Selain itu, pelaku sering meminta sejumlah uang muka atau biaya administrasi sebelum pinjaman bisa dicairkan. Setelah korban mengirimkan uang atau informasi pribadi, pelaku menghilang tanpa memberikan pinjaman yang dijanjikan. Untuk menghindari penipuan semacam ini, calon peminjam harus selalu memeriksa legitimasi pemberi pinjaman, menghindari pembayaran uang muka sebelum pinjaman diterima, dan waspada terhadap penawaran yang terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.

4. Tawaran Kenaikan Limit Kartu Kredit
Dalam modus ini, pelaku penipuan menghubungi korban melalui telepon, email, atau pesan teks, berpura-pura sebagai perwakilan dari bank atau lembaga keuangan yang menawarkan peningkatan batas kredit pada kartu kredit korban. Pelaku akan meminta informasi pribadi dan data sensitif seperti nomor kartu kredit, kode CVV, tanggal kedaluwarsa, serta PIN dengan dalih memverifikasi identitas korban untuk memproses kenaikan limit. Setelah mendapatkan informasi tersebut, pelaku kemudian menggunakan data itu untuk melakukan transaksi tidak sah, mencuri dana, atau melakukan pencurian identitas. Untuk melindungi diri dari modus penipuan ini, penting bagi pemegang kartu kredit untuk tidak pernah memberikan informasi pribadi melalui saluran komunikasi yang tidak resmi dan selalu memverifikasi langsung dengan bank terkait mengenai tawaran apapun yang diterima.

4. Tawaran Kenaikan Limit Paylater
Penipuan dengan modus "Tawaran Kenaikan Limit Paylater" adalah taktik yang digunakan oleh pelaku kejahatan untuk mengeksploitasi popularitas layanan pembayaran tunda atau paylater. Dalam modus ini, pelaku menghubungi korban melalui telepon, pesan teks, atau email, berpura-pura sebagai perwakilan resmi dari penyedia layanan paylater. Mereka menawarkan peningkatan limit kredit dengan syarat korban harus memverifikasi identitas mereka atau membayar biaya administrasi tertentu. Pelaku kemudian meminta informasi sensitif seperti nomor identitas, nomor rekening bank, atau bahkan kata sandi akun paylater. Setelah mendapatkan informasi ini, pelaku dapat mengakses akun korban, membuat transaksi tidak sah, atau mencuri identitas korban untuk digunakan dalam penipuan lebih lanjut. Untuk melindungi diri dari penipuan semacam ini, pengguna layanan paylater harus selalu memverifikasi keaslian tawaran langsung dengan penyedia layanan resmi, tidak memberikan informasi pribadi melalui saluran komunikasi yang tidak aman, dan waspada terhadap penawaran yang memerlukan pembayaran di muka atau terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.

5. Social Engineering
Penipuan dengan modus "Social Engineering" adalah teknik manipulasi psikologis yang digunakan oleh pelaku kejahatan untuk mengecoh individu agar memberikan informasi rahasia atau melakukan tindakan tertentu yang menguntungkan pelaku. Dalam modus ini, pelaku sering memanfaatkan rasa percaya, ketakutan, atau kesopanan korban untuk memperoleh data pribadi, akses ke sistem komputer, atau informasi keuangan. Mereka dapat berpura-pura sebagai rekan kerja, petugas IT, atau pihak berwenang untuk mengelabui korban. Taktik yang umum digunakan termasuk phishing, pretexting (menciptakan skenario palsu untuk mendapatkan informasi), baiting (menyediakan umpan yang menggoda korban), dan tailgating (mengikuti seseorang ke dalam area terbatas). Untuk melindungi diri dari penipuan social engineering, penting bagi individu dan organisasi untuk meningkatkan kesadaran keamanan, selalu memverifikasi identitas orang yang meminta informasi sensitif, dan menjaga kerahasiaan data pribadi serta kredensial login.

Data Oxford University menunjukkan, 88 persen kasus perbankan era digital berasal dari modus social engineering. Di Indonesia, persentase kasus itu jauh lebih besar, yakni hingga 99 persen. Salah satu contoh modus penipuan social engineering adalah informasi yang mengatasnamakan BRI terkait dengan perubahan tarif transfer antarbank menjadi sebesar Rp 150.000 per bulan. Melalui Surat Elektronik atau Whatsapp, pelaku mengirim pesan yang memuat tautan merujuk ke laman tertentu untuk meminta berbagai data informasi pribadi nasabah.

6. Pemenang Undian Berhadiah
Modus ini adalah salah satu cara yang sering digunakan oleh pelaku kejahatan untuk menipu korban dengan iming-iming hadiah besar dari bank. Dalam modus ini, pelaku menghubungi korban melalui telepon, email, atau pesan teks, mengklaim bahwa korban telah memenangkan undian atau lotere yang diadakan oleh bank tersebut. Untuk mengklaim hadiah, korban diminta untuk memberikan informasi pribadi dan data sensitif seperti nomor rekening bank, PIN, atau kode OTP. Selain itu, pelaku sering kali meminta sejumlah uang sebagai biaya administrasi atau pajak hadiah. Setelah informasi atau uang tersebut diberikan, pelaku menghilang dan korban tidak pernah menerima hadiah yang dijanjikan. Untuk menghindari penipuan semacam ini, penting bagi nasabah bank untuk selalu skeptis terhadap tawaran hadiah yang tidak diharapkan, tidak memberikan informasi pribadi kepada pihak yang tidak jelas, dan memverifikasi kebenaran informasi langsung dengan bank terkait.

7. Member Prioritas
Penipuan mengatasnamakan perbankan dengan modus "Member Prioritas" adalah strategi di mana pelaku berpura-pura sebagai perwakilan dari program atau layanan eksklusif bank untuk menarik korban dengan tawaran keanggotaan prioritas yang menjanjikan berbagai keuntungan istimewa. Pelaku dapat menghubungi korban melalui telepon, email, atau pesan teks, mengklaim bahwa korban memenuhi syarat untuk menjadi anggota prioritas dengan akses ke layanan premium, kebijakan investasi eksklusif, atau penawaran suku bunga yang lebih menguntungkan. Mereka kemudian meminta korban untuk memberikan informasi pribadi seperti nomor rekening, kata sandi, atau kode OTP sebagai langkah verifikasi atau untuk mengaktifkan keanggotaan tersebut. Setelah mendapatkan informasi ini, pelaku dapat melakukan pencurian identitas, mengakses rekening bank korban, atau melakukan transaksi keuangan yang merugikan. Untuk menghindari penipuan semacam ini, penting bagi nasabah bank untuk selalu memverifikasi keaslian komunikasi dengan bank secara langsung, tidak memberikan informasi pribadi melalui saluran komunikasi yang tidak aman, dan waspada terhadap penawaran yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.



Oleh sebab itu, masyarakat sebaiknya lebih teliti dan berhati-hati apabila mendapatkan pesan-pesan yang tidak wajar. Lebih baik pesan yang bukan berasal dari nomor atau akun resmi tersebut diabaikan, segera memblokirnya, dan dilaporkan ke pihak bank terkait atau kepolisian terdekat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar